follow follow

Minggu, 20 Oktober 2013

PERKEMBANGAN EMOSI


Perkembangan Peserta Didik
EMOSI


DISUSUN OLEH:
OLEH: KELOMPOK 4
Anggota: 1. Bresha Lerina Lubis
2. Heriyani
3. Tri Nanda Amilia
Dosen Pembimbing : Drs. Romli Manarus, S.U

FKIP FISIKA 2012
UNIVERSITAS SRIWIJAYA




BAB  I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Kita akan menangis saat kehilangan orang yang kita cinta. Kita menjerit ketakutan saat melihat sesuatu yang menurut nurani kita dapat membahayakan. Kita akan merasa sangat bahagia bahkan jantung kita berdebar kencang saat melihat orang yang kita suka. Kita akan merasa puas saat kita berhasil memperoleh apa yang kita impikan. Semua perasaan yang timbul tersebut, keluar tanpa ada yang memaksa dan setiap individu tentu berbeda-beda dalam menanggapi suatu kejadian di kehidupan.
Hampir setiap orang pernah merasakan sedih, senang, kesal, gembira, lelah , dan sebagainya. Kebanyakan orang berpendapat bahwa emosi hanya sebatas mengenai rasa marah saja. Padahal pengertian emosi sangat luas, tidak terbatas pada rasa negatif saja. Rasa marah, senang, sedih, jatuh cinta  merupakan bagian dari emosi.  Lantas,  dari mana emosi itu muncul? Apakah dari pikiran atau dari tubuh? Agaknya, tak seorang pun bisa menjawabnya dengan pasti. Ada yang mengatakan emosi dulu (pikiran), baru muncul tindakan. Mana yang muncul lebih dulu tidaklah begitu penting bagi kita sebab tindakan dan emosi pada dasarnya sangat erat kaitannya. Kita tidak mungkin memisahkan tindakan dan emosi. Karena keduanya merupakan bagian dari keseluruhan.
1.2 . Maksud dan Tujuan Penulisan
      Adapun maksud dari penulisan makalah ini ialah guna memenuhi tugas pada mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Sedangkan tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memahami lebih lanjut mengenai materi “Emosi” serta memberikan pengetahuan dan informasi  kepada para pembaca.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami menemukan beberapa permasalahan antara lain:
1.      Apa pengertian emosi menurut para ahli?
2.      Bagaimanakah Hakikat emosi?
3.      Apa sajakah teori-teori emosi?
4.      Bagaimana timbulnya emosi?
5.      Bagaimana perkembangan emosi?
6.      Apa saja penyebab gangguan emosional?
7.      Apa saja jenis-jenis emosi?
8.      Bagaimana cara mengendalikan emosi?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Emosi

            Berikut pengertian emosi menurut para ahli:

1.      William James (dalam Wedge, 1995), emosi adalah kecendrungan untuk 
    perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam    lingkungannya.

2.  L.Crow & A.Crow (1962), emosi diartikan sebagai suatu keadaan yang tergejolak   pada diri individu yang berdiri sebagai inner adjusment, (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.
3. Kaplan dan Saddock, emosi adalah keadaan perasaan yang kompleks yang mengandung komponen kejiwaan, badan, perilaku yang berkaitan dengan affect dan mood.
4. Daniel Goleman (1995), emosi adalah perasaan dan pikiran khasnya; suatu keadaan biologis, dan psikologis suatu rentangan dari kecendrungan untuk bertindak.
5. Kamus The American College Dictionary, emosi adalah keadaan afektif yang disadari dimana dialami perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, takut, benci dan cinta (dibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan yang disadari, dan juga perasaan seperti kegembiraan (joy). Kesedihan, takut, benci dan cinta.
6. Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
7. Bottenberg (1972, dalam Debus, 1977) mengemukakan bahwa emosi merupakan pengalaman atau perilaku yang tidak memiliki pengertian umum yang sama, setiap orang memiliki pandangan tersendiri mengenai pengertian emosi dan fungsi emosi dalam perilaku manusia.
8. Wijikongko (1997:21) mendefinisikan bahwa emosi adalah kekuatan tanpa batas, energi vital yang dapat kita manfaatkan untuk meraih sukses dalam hidup. 
9.  Badudu-Zain (2001-385) mengungkapkan bahwa emosi adalah rasa hati, perasaan, gerak rasa seperti rasa cinta, duka cita, pilu, iba, murka dan lain sebagainya.
10. Prezz (1999), emosi adalah reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu.
            Dari berbagai definisi tersebut, jelas bahwa emosi tidak selalu jelek.  Emosi pada prinsipnya menggambarkan perasaan manusia terhadap berbagai situasi yang berbeda. Semua emosi pada dasanya melibatkan berbagai perubahan tubuh yang tampak dan tersembunyi, baik yang dapat diketahui atau tidak. Lebih singkat, emosi merupakan ungkapan reaksi  seseorang terhadap sesuatu yang terjadi pada dirinya.



2.2 Hakikat Emosi
Dari mana emosi itu muncul, apakah dari pikiran atau dari tubuh? Agaknya, tak seorangpun bisa menjawabnya dengan pasti. Ada yang mengatakan tindakan dulu (tubuh), baru muncul emosi. Ada pula yang mengatakan emosi dulu (pikiran), baru muncul tindakan.  Mana yang muncul lebih dahulu tidaklah penting bagi kita sebab tindakan dan emosi pada dasarnya sangat erat berkaitan. Kita tidak munkin memisahkan tindakan dan emosi. Karena keduanya merupakan bagian dari keseluruhan.
Meskipun begitu, ada prinsip yang bisa kita pegang, yaitu emosi akan menjadi semkain kuat bila diberi ekspresi fisik (Wedge,1995). Misalnya saja, bila seorang marah, lantas mengepalkan tinju, memaki-maki dan membentak-bentak, dia tidak mengurangi amarahnya, tetapi justru kian menjadi marah. Sebaliknya bila ia menghadapinya dengan cukup santai, dan berupaya mengendorkan otot-ototnya yang tegang, kemarahannya akan sangat reda. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa gangguan emosional tidak akan timbul, apabila orang dalam keadaan sepenuhnya santai.
Pada hakikatnya setiap orang itu mempunyai emosi. Dari bangun tidur pagi hari sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami macam-macam pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Pada saat makan pagi bersama keluarga, misalnya kita merasa gembira; atau dalam perjalanan menuju kantor, menuju kampus, kita merasa jengkel karena jalanan macet, sehingga tiba di tempat tujuan, kita merasa malu karena datang terlambat dan seterusnya. Semua itu merupakan emosi.
2.3 Teori-Teori Emosi
            Dalam upaya menjelaskan timbulnya gejala emosi, para ahli mengemukakan beberapa teori. Beberapa teori emosi yang terkenal diajukan oleh Schacter dan Singer dengan “Teori Emosi Dua-Faktornya”, James dan Lange yang terkenal dengan ” Teori Emosi James-Lange”, serta Cannon dengan teori “Emergency”nya.
1.      Teori Emosi Dua-Faktor Schacter-Singer
Teori emosi Dua-Faktor Schacter-Singer dikenal sebagai teori yang paling klasik berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalain dialirkan dalam darah dan sebagainya), namun jika rangsannya menyenangkan, seperti diterima di perguruan tinggi  idaman, emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran atribusi dalam emosi mulai dengan sebuah teori kognitif yang sangat dikenal yang dipublikasikan oleh Stanley Schacter dan Jerome Singer pada tahun 1962. (Konsepsi Berkowitz tentang bagaimana pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan suasana emosional setelah munculnya reaksi awal, relatif primitif, dan emosional, dipengaruhi oleh formulasi ini). Semua pembahasan tentang peran kognisi dalam proses terjadinya kemarahaan, sangatlah tidak lengkap tanpa pembahasan tentang teori ini.
Schachter dan Singer memulai analisis mereka dengan memepertanyakan pandangan (yang dikemukakakan oleh William James dkk.) bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari reaksi-reaksi tubuh tertentu. Menurut Schachter dan Singer, kita tidak merasa marah karena ketegangan otot kita, rahang kita berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dan sebagainya, tetapi karena kita secara umum jengkel, dan kita mempunyai berbagai kognisi tertentu tentang sifat kejengkalan kita.
Teorinya begini. Ketika seseorang menghadapi kejadian yang membangkitkan emosi, umumnya pertama-tama ia akan mengalami gangguan fisiologis netral tidak jelas. Secara teoritis, yang terjadi kemudian bergantung apakah ia mengetahui mengapa ia merasa jengkel dan bagaimana perasaannya jika ia tidak yakin mengenai emosi apa yang dirasakannya. “Apa yang saya rasakan”? Ia bertanya pada dirinya sendiri tanpa sadar. “takutkah saya atau terkejut, marah atau apa?’ ia mencari jawabannya. Namun, jika sejak awal ia menyadari apa yang menggangu pikirannya dan perasaan yang tengah dialaminya, ia tidak harus mencari informasi tentang apa yang sedang terjadi, ia sudah tahu. Bagaimana pun halnya, menurut Schacter dan Singer, orang yang jengkel itu kemudian akan membentuk keyakinan tentang apa yang dirasakannnya, dan kognisi ini kan membentuk kejengkelan umum yang tidak jelas menjadi suasana emosional tertentu.

2.      Teori Emosi James-Lange
Teori kedua dinamakan teori emosi James-Lange. Dalam teori ini disebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaski psikologik. Jadi, kita senang karena kita meloncat-loncat setelah melihat pengumuman dan kita takut karena lari setelah melihat ular.
William James (1884) dari amerika serikat dan  (1885) dari Denmark telah mengemukakan pada saat yang hampir bersamaan, suatu terori tentang emosi yang mirip satu sama lainnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori James-Lange (Effendi & Praja, 1993 ;Mahmud, 1990, Dirgaganursa, 1996).
Menurut teori ini, emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jadi  jika seseorang, misalnya meilhat harimau, reaksinya peredaran darah makin cepat karena denyut nadi makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara, dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul? Ini disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar. Orang yang bersangkutan dari hasil pengalamannnya telah mengetahui bahwa harimau adalah mahkluk yang berbahaya karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai takut.
Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi karena adanya perubahan sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain menurut James-Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainan senang karena teretawa, James (1980, dalam Berkowitz, 1993 dalam sebuah tulisannya menjelaskan,

Akal sehat mengatakan kita kehilangan milik kita, sedih dan menanngis, kita bertemu dengan seekor beruang, ketakutaan dan lari, kita dibuat tersinggung oleh sainngan, marah dan meumukul. Hipotesis ini yang akan dipertahankan disisi mengatakan bahwa urutan ini tidak benar,.... dan bahwa pernyataan yang lebih rasionaal adalah bahwa kitamerasa sedih karena menangis, amrah karena karena meukul, talut karena gemetar... tanpa keadaan tubuh mengikuti persepsi, sepenuhnya pesrsepsi tetap bersifat kognitif, pucat tnpa ekspresi emosi. Kita mungkin melihat beruang, dan memutuskan lebih baik lari, merasa tersinggung dan menganggap sepantasnya meukul, namun tidak semestinya kita mersa takut atau marah.

Dengan demikian scara ringkas, James melihat adanya empat langkah dalam proses terjadinya emosional, yakni: (1). kejadian itu dipahami; (2.) Impuls bergerak dari sistem saraf pusat ke otot, kulit dan organ dalam; (3.) Sensasi yang disebabkan perubahan-perubahan bagian tersebut yang disalurkan kembali ke otak; ( 4.) “Impuls balik itu kemudian dipahami oleh otak, dan setelah dikombinasikan dengan persepsi stimulus pertama,  menghasilkan ‘objek dirasakan secara emosional’.”
Jadi, kata James, bukan penilaian yang menyebabkan suasana emosional, melainkan reaksi tubuh kita terhadap interpretasi itu. Kita takut karena lari, dan kita marah karena otot kita menegang, tangan kita mngepal, gigi gemeretak, dan perut mual.

3.      Teori “Emergency” Cannon
Teori emosi yang ketiga dinamakan teori “emergency”. Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), seorang fisiolog dari Harvard University. Cannon dalam teorinya menyatakan bahwa karena gejolak emosi  itu menyiapkan seseorang unutk mengatasi keadaan yang genting, orang-orang primitif yang membuat respon semacam itu bisa survive dalam hidupnya.
Cannon menyalahkan teori James-Lange karena berbagai alasan, termasuk emosi fokus eksklusif teori pada reaksi organ dalam. Cannon mengatakan antara lain, bahwa organ dalam umumnya terlalu insensitif dan terlalu dalam responnya untuk bisa menjadi dasar berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang sering kali berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya tidak beranggapan bahwa organ dalam merupakan satu-satunya faktor yang menetukan suasana emosional.
Teori ini menyebutkan , emosi (sebagai pengalaman subjektif psikologik) timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah dan sebagainya).
Teori cannon selanjutnya diperkuat oleh Philip Bard, sehingga kemudian lebih dikenal dengan teori Cannon-Bard atatu teori “emergency”. Teori ini mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi emergency (darurat). Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa antogonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf simpatis dengan cabang-cabang oranial dan sacral daripada susunan saraf otonom. Jadi kalau saraf-saraf simpatis aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya.

4.      Wilhem Wundt (1832-1920), membagi tiga macam emosi manusia, yaitu:
1.      Lust-unlust (senang-tak senang)
2.      Spanmin-losung (tegan-tak tegang),
3.      Erreun-berubiung (semangat-tenang) (ahmad fauzi,2004:55
2.4 Timbulnya emosi
                        a. Rangsangan yang menimbulkan emosi
                        Emosi timbul dari rangsangan (stimulus), stimulus yang sama mungkin dapat menimbulkan emosi yang berbeda-beda dan kadang-kadang malah berlawanan. Adapun rangsangan dapat muncul dari dorongan, keinginan atau minat yang terhalang, baik disebabkan oleh tidak atau kurangnya kemampuan individu untuk memenuhinya atau menyenangkan. Apabila semua keinginanan dan minat tidak terhalang, dapat dikatakan bahwa secara emosional individu tersebut dalam keadaan stabil.
Intensitas dan lamanya respon emosional sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan mental dari individu itu sendiri, juga faktor lain yang sangat menentukan adalah stimulus itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa emosi akan berlangsung terus selama stimulusnya ada dan yang menyertainya masih aktif. Karena emosi mempengaruhi tingkah laku, tingkah lakunya akan terus terpengaruh selama stimulusnya aktif, namun demikian emosi bukan satu-satunya faktor yang menentukan tingkah laku.
b. Perubahan fisik dan fisiologis
Perubahan fisik dan fisiologis dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang menimbulkan emosi. Emosi ini akan menghasilkan berbagai perubahan yang mendalam (visceral changes) dan akan mempengaruhi urat-urat kerangka di dalam tubuhnya. Jenis perubahan secara fisik dapat dengan mudah kita amati pada diri seseorang selama tingkah lakunya dipengaruhi emosi, misalnya dalam keadaan marah, cemburu, bingung, dan lain-lain. Hal inilah yang biasanya disebut kerangka individu. Adapun secara fisiologis perubahan yang terjadi tidak tampak dari luar, biasanya dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes diagnosis dari para ahli ilmu jiwa. Perubahan fisiologis pada saat emosi umumnya meliputi fungsi pencernaan, aliran darah, pengurangan air liur, pengeluaran kelenjar endokrin, dan lain-lain.
                           
2.5  Perkembangan Emosi selama masa pertumbuhan
            a. Selama Masa Awal
Diketahui bahwa sifat perasaan emosi telah timbul selama masa bayi, bahkan sebagian ahli berpendapat bahwa masa bayi di dalam kandunganpun sudah dipengaruhi oleh emosi. Akan tetapi, kita sendiri seringkali kurang mengerti apakah tanda-tanda seperti menangis, tertawa, dan lain-lain pada masa bayi disertai atau diikuti dengan intensitas perasaan atau tidak. Menurut Bridges, emosi anak akan berkembang melalui pengalaman, sekalipun masih dangkal dan takut dengan menangis atau gemetar.
Ketika bayi sudah berusia 8 bulan, ia mulai dapat memperlihatkan dengan sangat berbeda antara rasa marah dan rasa takut. Selama pertumbuhan, perubahan pada ekspresi emosi itu semakin lama akan semakin jelas dan berbeda. Sebagai contoh, bayi akan menyerang benda-benda disekitarnya untuk mengekspresikan kemarahannnya, lambatlaun ia mampu memusatkan ekspresi emosinya langsung kepada objek yang memang menimbulkan kemarahnnya.
b. Fase selanjutnya
Perkembangan emosi pada masa pertumbuhan anak semakin lama semakin halus dalam mengekspresikannya sampai masa remaja. Peralihan ekspresi emosi yang tadinya kasar, karena terpengaruh latihan dan kontrol, berangsur-angsur tingkah laku emosionalnya berubah. Misalkan anak yang tadinya menjerit-jerit karena senang, pada saat remaja ia akan memperhalus ekspresinya. Sebagai orang tua dan guru sebaiknya bisa menyadari bahwa ekspresi yang lebih lunak ini tidak berarti emosinya tidak lagi memainkan peranan yang penting pada kehidupan anak, karena sebenarnya ia masih membutuhkan stimulan yang positif bagi perkembangan emosional selanjutnya. Selama anak bertmbah kekuatan fisik dan pengertiannya, ia akan merespons denan cara yang berbeda-beda terhadap segala sesuatunya, karena sudah terlebih dahulu dipertimbangkannya.
c. Perkembangan akhir
Pada akhirnya dia akan mencapai kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya sehubungan dengan apa yang terjadi pada dirinya. Semakin dewasa, ia akan semakin dapat mengungkapkan dengan jelas emosinya, karena emosinya menjadi semakin mudah diklasifikasikan seperti rasa takut, marah, muak, dan benci, juga apresiasinya terhadap nilai, keinginan, cita-cita, minat dan reaksinya terhadap orang, lembaga, tanggung jwab, sudut pandang, dan gagasan lainnya.

Para ahli psikologi sering menyebutkan bahwa dari semua aspek perkembangan, yang paling sukar untuk diklasifikasikan adalah perkembangan emosional. Orang dewasapun mendapat kesukaran dalam menyatakan perasaannya. Reaksi terhadap emosi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, kebudayaan, dan sebagainya, sehingga mengukur emosi itu agaknya hampir tidak mungkin
Di saat anak baru lahir, saraf yang menghubungkan otak baru dengan otak lama berkembang secara penuh. Karena itu, respon emosional anak tersebut tidak terkendalikan. Ia memberikan reaksi secara keseluruhan, tanpa menunjukkan perbedaan antara berbagai tingkat dan jenis stimulus.
Hubungan-hubungan penting pun belum berkembang secara penuh, yakni berbagai hubungan di dalam otak baru sendiri tempat suatu pengalaman dengan pengalaman lainnya. Akibatnya, anak merespons secara emosional terhadap stimulus-stimulus yang jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah stimulus yang direspon orang dewasa. Selain itu, perasaannya pun lebih sedikit; demikian pula respon tingkah lakunya.
Dalam pertumbuhan yang normal, hubungan-hubungan saraf itu berkembang di dalam otak baru di antara otak baru dan otak lama. Di saat kematangan ini tumbuh, respons-respons emosional berkembang melalui empat jalan. Hal ini sesuai dengan empat aspek emosi, yaitu; (1) stimulus, (2) perasaan, (3) respon-respon internal, dan (4) pola-pola tingkah laku.
Dengan membandingkan antara respons-respons emosional anak dan respons-respons emosional orang dewasa, bisa diketahui bahwa perkembangan-perkembangan itu bergerak dari tingkat sederhana ke tingkat yang rumit.
Perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematanagn dan proses belajar. Umpamanya, seorang bayi yang baru lahir bisa menangis, namun ia harus mencapai tingkat kematangan tertentu untuk tertawa. Sesudah anak itu besar, ia akan belajar bahwa menangis dan tertawa bisa digunakan untuk maksud tertentu pada situasi tertentu.
Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang tampak sebaai ketidaksenangan dalam bentuk menangis dan meronta. Pada keadaan tenang, bayi itu tidak menunjukan perbuatan apa pun; jadi emosinya netral.
2.6 Ganggguan Emosional
            Sekarang ini banyak teori muncul untuk mencoba menjelaskan sebab musabab gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: lingkungan, afektif, dan kognitif (Hauck, 1967).
1.      Teori Lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stres. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-reagu untuk menyatakan, misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia diperolok. Ia percaya secara harafiah bahwa olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut. Dengan nada yang sama, orang awam tersebut percaya bahwa tetangganya menjadi depresif karena kehilangan pekerjaannya, atau keterlambatannya pulang ke rumah sebetulnya membuat istrinya naik pitam.
Pada umumnya, orang menganggap teori ini sesuai dengan akal sehat dan menerima pandangan ini begitu saja. Ucapan-ucapan seperti, “ia membuat saya marah,” “film lucu itu membuat saya tertawa,” merupakan bukti nyata bahwa berbagai kejadian di dalam hidup kita mempunyai hubungan langsung dan satu-terhadap-satu dengan perasaan emosional kita.
Teori ini sama sekali tidak bisa menjelaskan mengapa pada suatu waktu kejadian tertentu membawa kesedihan, tetapi tidak demikian pada saat lain. Atau, mengapa seseorang bisa bersikap sangat tenang terhadap kejadian yang tidak mnguntungkan, sedangkan orang lain bila berhadapan dengan kejadian yang sama akan mengalami kecemasan.
Seperti yang kita lihat, teori ini memang sangat masuk akal, namun hanya sampai batas tertentu. Betapa pun populernya, teori tersebut tidak cukup untuk menerangkan secara luas gejala dari pergolakan emosional.

2.      Teori Afektif
Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, seperti si Ayah yang menimbulkan gangguan, tetapi perasaan bawah sadar si anak (atau secara teknis dikatakan afeksi). Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali dengn seseorang yang tidak akan menghukum anak atas keinginannya yang berbahaya.
      Seorang ahli psikoterapi akan mendorong seorang anak yang bermasalah untuk mengutarakan perasaan pribadinya atau memerankannya dalam terapi bermain. Di bawah dorongannnya si aka akan mengungkapkan emosi yang wajar dan terlarang sehingga semua akan terlihat dan si anak berhadapan dengan keinginannya yang tidak disadarinya. Si ahli terapi akan menerima dengan hati-hati dan mnyayangi anak tersebut walaupun keburukan tersebut sudah jelas terpapar. Ketika anak tersebut melihat bahwa ia tidak akan merasa rileks sehingga merasa mendapat kelepasan emosional. Ini tentunya merupakan penjelasan yang singkat dan tidak lengkap mengenai terapi afektif.

3.      Teori Kognitif
Sekarang ini, hanya satu teori kognitif utama yang patut diibicarakan, yakni “Psikoterapi Rasional-Emotif” yang ditemukan oleh Albert Ellis (1962). Meurut teori ini, penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar  kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan rasional, yang disadari maupun tidak disadari akan masalah-masalah yang dihadapi.
Untuk mengembalikan keseimbangan emosi, kita hanya perlu mengidentifikasi ide-ide yang ada pada si anak, kemudian, melalui penggunaan logika yang ketat, ia diperlihatkan dan diyakinkan betapa tidak berlainan melalui sudut pengetahuan yang baru. Hanya inilah yang diperlukan untuk menenangkan gangguan emosional. Tidak menjadi soal, apakah si anak disepelekan atau membenci ayahnya. Semua kesukaran mengenai hal semacamitu berasal dari pikiran keliru mengennai hal tersebut. Bila sudah disadari bahwa pikiran-pikiran tersebut salah, gangguan akan lenyap. Memang, penyingkiran masalah akan membantu tetapi “psikoterapi Rasional-Emotif” memperlihatkan bahwa kedamaian jiwa tidak bergantung pada apakah masalah-masalah tersebut dapat dipecahkan atau tidak, sebab bukan masalhnya, tetapi pikiran kita mengenai masalah itu yang membuat kita tegang.

2.7 Macam-macam emosi
            Atas dasar arah aktivitasnya, tingkah laku emosional dapat dibagi menjadi empat macam yaitu. 1. Marah, orang bergerak menentang sumber frustasi, 2. Takut, orang bergerak meninggalkan sumber frustasi, 3. Cinta, orang bergerak menuju sumber kesenangan, 4. Depresi, orang menghentikan respons-respons terbukanya dan mengalihkan emosi ke dalam dirinya sendiri. (Mahmud, 1990:167)
Dari hasil penelitiannya, John B. Watson (dalam Mahmud, 1990) menemukan bahwa tiga dari keempat respon emosional tersebut terdapat pada anak-anak, yaitu takut, marah dancinta.
1.      Takut
Pada dasarnya, rasa takut itu bermacam-macam. Ada yang timbul karena seorang anak kecil memang ditakut-takuti atau karena berlakunya berbagai pantangan di rumah. Akan tetapi, ada juga rasa takut akan tempat gelap, takut berada di tempat sepi tanpa teman, atau menghadapi hal-hal asing yang tidak dikenal.
      Jika dilihat secara objektif, bisa dikatakan bahwa rasa takut selain mempunyai segi-segi negatif, yaitu bersifat menggelorakan dan menimbulkan perasaan-perasaan dan gejala tubuh yang menegangkan, juga ada segi positifnya. Rasa takut merupakan salah satu kekuatan utama yang mendorong dan menggerakannya. Reaksi yang timbul di dalam individu, lalu menggerakkan individu untuk melindungi diri terhadap rangsangan bahaya dari luar, menjauhkan diri dari sesuatu yang dapat menyakitkan diri, melukai diri, atau menimbulkan bahaya lainnya.
      Anak harus belajar mengatasi rasa takut tersebut tanpa menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Dalam usia satu sampai tiga tahun, anak-anak bisa mengalami ketakutan yang berkaitan dengan periode pertumbuhannya. Pada saat ini, mereka mengalami begitu banyak hal yang merangsang, baik yang indah-indah maupun yang menakutkan. Selain itu, ia juga semakin tahu bahwa banyak hal atau situasi dalam lingkungannya yang aneh dan tidak begitu saja dapat dipercaya secara mutlak. Tipuan-tipuan semacam ini tidak mustahil melahirkan berbagai rasa takut tidak menentu pada anak.
      Menurut Alisjahbana (1980:28), pada anak-anak di bawah umur 6 tahun, rasa takut akan kehilangan dukungan dan bimbingan dari orang tua sangat mendalam. Mereka takut bahwa perhatian dan kasih sayang orang tuanya akan berkurang dan merasa cemas terhadap apapun yang mungkin membahayakan hubungan tersebut. Dalam hal ini, pemberian keyakinan dari orang tua akan menguatkan kepercayaannya pada diri sendiri.
      Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa takut pada anak. Pertama, ciptakanlah suasana kekeluargaan/lingkungan sosial yang mampu menghadirkan rasa keamanan dan rasa kasih sayang. Kedua , berilah penghargaan terhadap usaha-usaha anak dan pujilah bila perlu. Ketiga, tanamkanlah pada diri anak kepercayaan serta keberanian untuk hidup; jauhkanlah ejekan dan celaan.

2.      Marah
a.      Pengertian marah menurut ahli
·         Chaplin (1998) dalam dictionary of psychology, bahwa marah adalah reaksi emosional akut yang timbul kareana sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancman, agresi lahiriyah, pengekangandiri, serangan lisan, kekecewaan, atau frustasi dan dicirikan kuat oleh reaksi pada sistem otomik, khususnya oleh reaksi darurat pada bagian simpatetik, dan secara emplisit disebabkan oleh reaksi seragam, baik baik yang bersifat somatis atau jasmaniyah maupun yang verbal atau lisan.

·         DAVIDOFF (1991) mendefinisikan marah sebagai suatu emosi yang mempunyai ciri aktivitas sistem sistem syaraf simpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat disebabkan adanya kesalahan. Stuart dan sundeen (1987) memberikan pengertianmengenai marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.

·         Maxwell maltz (1977) marah adalah frustasi, suatu jenis frustasi yang  meledak dimana seseorang mengubah suatu perasaan terluka yang fasif menjadi menjadi suatu tindakan penghancur disengaja yang aktif.

·         Charles rycroft (1979) memberikan definisi marah sebagai suatu reaksi emosional kuat yang didatangkan oleh ancaman, campur tangan, serangan kata-kata, penyerangan jelas, atau frustasi dan dicirikan dengan reaksi gawat dari sistem syaraf yang bebas dengan balasa-balasan serangan atau tersembunyi.

·         Charles Spielberger.PhD, Marah didefenisikan sebagai suatu perilaku yang normal dan sehat, yakni sebagai salah satu bentuk ekspresi emosi manusia. seperti bentuk emosi lainnya, marah juga diikutioleh perubahan psikologis dan biologis.
Pada umunya luapan kemarahan lebih sering terlihat pada anak kecil ketimbang rasa takut. Bentuk-bentuk kemarahan yangbanyak kita hadapi adalah pada anak berumur sampai kira-kira 4 tahun. Kemarahan yang terlihat dari tingkah laku menjatuhkan diri ke lantai, menendang, menangis, berteriak, dan kadang-kadang juga menanhan nafas.
Pada anak-anak yang masih kecil, kemarahan bisa ditimbulkan oleh adanya pengekangan yang dipaksakan, gangguan pada gerak-geriknya, hambatan pada kegiatan-kegiatan yang sedang dilakuakan, oleh segala sesuatu yang mnghalang-halangi keinginan seorang anak. Kerap kali kemarahan timbul sebagai sambutan terhadap perasaan jengkel atau mendongkol yang telah bertumpuk-tumpuk.
Sesudah kecakapan anak bertambah baik karena pertumbuhan yang dialaminya, faktor belajar makin besar peranannya dalam menentukan cara-cara yang akan dipergunakannya untuk melahirkan kemarahannya serta dalam menentukan keadaan-keadaan yang akan menyebabkan marah. Namun, selama seluruh masa kanak-kanak selalu terdapat perbedaan-perbedaan individual mengenai tingkat kemudahan menjadi marah serta kehebatan kemarahan anak-anak, yang sampai batas tertentu dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan. Lagi pula, pada setiap tingkat pertumbuhan seoran individu, apabila mencapai puncak kemarahannnya, ia dapat “meledak”, bertindak secara ,membabi buta dan melakuakan reaksi reaksi yang tidak menentu.
Berbagai faktor pada orang tua yang bisa menambah seringnya anak marah-marah, antara lain, sikap orang tua yang terlalu banyak mengkritik tingkah laku anak. Karena anak dalam masa latihan dan belajar, kesalaha-kesalahan merupakan suatu hal yang umum. Namun bagi orang tua yang bersifat suka mengkritik, setiap tingkah laku menjadi objek kritikan. Hal ini tentunya menimbulkan rasa kesal pada anak yang disalurkan melalui kemarahan.
Begitu juga pada sikap orang tua yang terlalu cemas dan khawatir mengenai anaknya. Anak selalu dilindungi dan diawasi secara ketat, hal yang tidak bisa diterima oleh anak. Anak sangat merasa terhambat dalam pelaksanaan keinginan-keinginannya, yang mengakibatkan kemarahan.
Novaco (1986) mengemukakan bahwa amarah “bisa dipahami sebagai reaksi tekanan perasaan”. Yang mereka maksudkan pada dasarnya adalah bahwa orang cenderung menjadi marah dan terdorong menjadi agresif jika harus menghadapi keadaan yang menggangu.

b.      Ciri-ciri marah
Hamzah (2001) menjabarkan terhadap ciri-ciri orang yang sedang marah, yaitu:
a.       Ciri pada wajah,
berupa perubahan pada kulit menjadi warna kuning pucat, tubuh bergetar keras, timbul buih pada sudut mulut, bola mata mmerah, hidung kembung kempis gerakan tidak terkendali.


            b. Ciri pada lidah, 
meluncurnya makian, celaan, kata-kata yang enyakitakan, dn  ucapan-ucapan yang keji yang membuat orang yang berakal sehat merasa risih untuk mendengarkanya.

c.       Ciri pada anggota tubuh.
Timbulnya keinginan untuk memeukul, melukai, merobek, bahkan membunuh.

d.      Ciri pada hati,
didalam hati akan timbul rasa kebencian, dendam, dan dengki, menyembunyikan keburukan, merasa gembiradalam dukanya. Dan merasa sedih atas gembiranya, memutuskan hubungan dan menjelek-jelekanya


b.      Penyebab marah
1. Faktor Fisik
·         Kelelahan yang berlebihan.
·         Adanya zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan marah, seperti kurangnya zat asam di otak.
·         Hormon kelamin, seperti pada waktu menstruasi pada wanita.

     2. Faktor psikis
Menurut Nuh, Hamzah, Hawwa ( 1993) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kemarahan yaitu :

·         Lingkungan,
·         Pertengkaran dan perdebatan
·         Senda gurau dengan cara yang batil
·          Memusuhi orang lain dengan segala cara
·         Congkak dan sombong di muka bumi
·         Lupa mengendalikan diri
·         Orang lain tidak melaksanakan kewajibannya kepada sipemarah
·         Penjelasan orang lain terhadap aibnya
·         Mengingat permusuhan dan dendam lama
·          Lalai terhadap akibat ditimbulkan oleh marah.

c.       CINTA
a.      Pengertian cinta menurut ahli

·         Erich Fromm (1983) cinta sebagai alat untuk mengatasi keterpisahan manusia, sebagai pemenuhan kerinduan akan kesatuan.
·         Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dsb. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dsb. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.

·         Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan cinta adalah salah satu dari macam emosi yang berupa: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan.

·         Wikipedia, Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang.

Setiap orang, anak-anak maupun orang dewasa, pada hakikatnya menginginkan untuk diterima sebagaimana adanya, fisiknya, juga pribadinya secara keseluruhan dalam keluarga, termasuk diantaranya dapat menerima kelemahan dan kekurangan mereka.
Tuhan telah menciptakan makhluknya sedemikian rupa, sehingga sudah merupakan hukum alam bahwa anak-anak membutuhkan dan selalu mendambakan cinta dan kasih orang tua. Kebutuhanemosi seorang anak terhadap cinta dan kasih sayang, sama besarnya dengan kebutuhan fisik akan makanan.
Sekarang ini, banyak keluarga yang lali dalam melimpahkan kasih sayang antara satu sama lain. Mereka lupa bahwa seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan yang dingin, tanpa kasih sayang, dengan sendirinya akan  menemui banyak kesulitan dalam memberi dan menyatakn cinta mereka. Orang tua hendaknya menyadari, apabila pada usia sekecil, ini si anak sudah dipenuhi kasih dan sayang, ia akan tumbuh secara normaldan mudah mengungkapkan dan memberi cinta kasih terhadap sesamanya.
Cinta kasih adalah ibarat fundamental pendidikan secara keseluruhan. Tanpa curahan kasih, pendidikan yang ideal tidak mungkin bisa dijalankan. Selanjutnya, pendidikan tanpa cinta akan menjadi kering dan bahkan tidak menarik. Kita bisa melihat bahwa para pelajar yang didik oleh guru-guru yang dipenuhi oleh rasa kasih sayang, tidak akan pernah merasa bosan. Sebaliknya, para guru akan selalu meyukai profesinya jika hati mereka dipenuhi rasa cinta kasih.
Banyak cara untuk mengungkapkan perasaan cinta terhadap anak. Namun, cara yang terbaik untuk menimbulkan rasa cinta dan aman pada si anak ialah dengan mengungkapkan rasa cinta secara terbuka dan terus terang. Bila orang tua secara terbuka telah menanamkan rasa cintanya kepada sang anak, lantas mengajarkan mereka untuk bisa mengasihi pada semua orang, ia telah memberikan kepada mereka pelajaran yang pertama dan sangat penting bagi anak itu. Kemudian, cara lain untuk mendidik anak-anak supaya menghormati orang tuanya ialah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat bahwa bapak dan ibu juga saling memberikan perhatian yang manis. Dengan demikian, si anak pun cenderung untuk mengidentifikasi apa yang dilihatnya.
Segala perilaku dan kepribadian ibu akan menjadi dasar yang penting bagi anak untuk memulai hidupnya dengan optimis, pesimis, gembira, bergairah, murung, percaya pada diri sendiri, atau sebaliknya. Seorang anak yang terpenuhi kehidupannnya akan makan, tidur, kebersihan, kehangatan, dan perhatian dari lingkungan seperti kontak, belaian, perbincangan, lambat laun akan mampu mengatasi apa saja yang dihadapinya dengan penuh rasa percaya diri.biasanya dengan bantuan ibu, rasa hubungan cinta kasih antara keduanya seolah-olah menjadi dasar dari kemampuannya untuk bisa mencintai orang lain.
2.8 Cara Mengendalikan Emosi
            Mengendalikan emosi itu penting. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk mengomunikasikaniri kepada orang lain. Orang-orang yang kita jumpai di rumah atau di kantor akan lebih cepat menanggapi emosi kita daripada kata-kata kita. Kalau kita sampai di rumah dengan wajah murung bahkan cemberut dan marah-marah, emosi anggota keluarga kita yang lain akan bereaksi terhadap emosi tersebut, sehingga mereka merasa tidak enak atau merasa bersalah, dan sebagainya. Sebaliknya, apabila kita tampak ceriah, mereka pun akan ikut gembira. Dengan demikian emosi kita akan mempengaruhi emosi orang-orang di sekitar kita.
            Supaya pergaulan kita sehari-hari dapat berjalan lancar dan dapat menikmati kehidupan yang tentra, kita tidak hanya harus mampu mengendalikan emosi kita, namun juga harus memiliki emosi yang tepatdengan mempertimbangkan keadaan, waktu dan tempat.
Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberpa peraturan untuk mnegendalikan emosi (Mahmud, 1990).
1.      Hadapilah emosi tersebut.   Orang yang memebual bahwa dia tidak takut menghadapi bahaya, sebenarnya melipatgandakan rasa takutnya sendiri. Bukan saja dia takut menghadapi bahaya yang sebenarnya, tetapi juga takut menemui bahaya.sumber emosi ini dapat dihindarkan dengan jalan menghadapi kenyataan yang ditakutkan atau kenyataan dengan jalan menghadapi timbulnya perasaan marah.
2.      Jika mungkin, tafsirkanlah kembali situasinya. Emosi adalah bentuk dari suatu interpretasi. Bukan stimulasi sendiri yang menyebabkan atau mengakibatkan rekais emosional, tetapi stimulus yang salah ditafsirkan. Misalnya, anak biasanya menunjukan perasaan takut jika diayun-ayunkan, tetapi kalau tindakan mengayun-ayunkan itu disertai dengan senda gurau, anak bahkan menanggapinya dengan perasaan senang.
3.      Kembangkanlah rasa humor dan sikap realitis. Tertawa bisa meringankan ketegangan emosi.
4.      Atasilah secara langsung masalah-masalah yang menjadi sumber emosi. Memecahkan masalah, pada dasarnya, jauh lebih baik ketimbang mengendalikan emosi yang terkait dengan masalah tersebut.
Emosi memang mempunyai daya gerak yang besar. Namun, kita dapat mengatur dan mengarahkannya sedemikian rupa, sehingga  emosi tersebut menggerakkan kita ke arah hiup yang lebih menyenangkan dan lebih efisien.
     
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
3.2  Saran

















DAFTAR PUSTAKA

Mursidin. 2010. Psikologi umum. Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Djaali. 2011. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT BUMI AKSARA.
2009.
Sobur Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV PUSTAKA SETIA
Anonim. 2012.(http://oktintia.wordpress.com/2012/06/22/pengertian-emosi/) diakses tgl 10 Maret 2013.


0 komentar:

Posting Komentar

Translate